Minggu, 25 September 2011

SHALAT SUNNAT (NAWAFIL)


SHALAT SUNNAT (NAWAFIL)

  • Arti Shalat Sunnat
Shalat-shalat sunnat (Nawafil) ialah shalat-shalat sunnat yang di luar daripada apa shalat-shalat yang di fardlukan. Shalat itu dikerjakan oleh Nabi Muhammad saw. buat mendekatkan diri kepada Allah dan buat mengharapkan tambahan pahala.
Shalat sunnat disebut juga shalat tathawwu’. Tegasnya shalat tathawwu’ ialah segala shalat yang tidak dihukum dosa jika orang sengaja meninggalkannya. Shalat sunnat itu banyak macamnya, di antaranya ada yang di sunnatkan berjamaah dan ada pula yang tidak disunnatkan berjamaah.

  • Disyari’atkan shalat sunnat
Shalat sunnat disyari’atkan, yakni dianjurkan karena untuk dapat menambal kekurangan yang mungkin terdapat pada shalat-shalat fardlu. Dan juga karena shalat sunnat itu mempunyai fadlilah yang tidak terdapat pada ibadat-ibadat yang lain.
Dari Abu hurairah r.a. diriwayatkan, bahwa rasulullah saw. bersabda :

Artinya :
“Bahwasannya yang pertama kali akan dihisab segalam amal perbuatan manusia pada hari kiamat ialah tentang shalat. Tuhan berfirman kepada Malaikat-Nya, sedang Ia Dzat Yang Maha Mengetahui : “Periksalah shalat hamba-Ku, apakah cukup atau kurang? Kalau cukup catatlah bagi mereka cukup, dan kalau kurang (shalat mereka), maka Tuhan berfirman lagi : “Periksalah! Adakah hamba-Ku yang mempunyai amalan shalat sunnat? Jika ternyata terdapat shalat sunnatnya, lalu Tuhan berfirman lagi : cukuplah kekurangan shalat fardlu hamba-Ku itu dengan itu dengan shalat sunnatnya. Kemudian diperhitungkanlah amal perbuatan itu menurut cara demikian. (H.R. Abu Dawud)

Dan dari Ibn Umar r.a. bahwa rasulullah saw. bersabda :

Artinya :
“Laksanakanlah sebagian shalatmu itu di rumahmu, dan jangan engkau jadikan rumahmu itu bagaikan kuburan”. (H.R Bukhari dan Muslim)
Dari keterangan hadits tersebut, kita dapat mengambil pelajaran, hendaknya rumah itu jangan dijadikan baga kuburan, yakni hanya tempat tidur saja. Tetapi jadikanlah rumahmu itu selain tempat tidur, juga tempat kita melaksanakan shalat-shalat.
Dalam hadits yang dinyatakan oleh Imam muslim dari rabi’ah bin malik Al-Aslami, bahwa ia mohon kepada Nabi saw., agar ia dapat masuk surga bersama Rasulullah saw. kemudian beliau bersabda: “Apakah ada selain daripada itu ? Jawabku, cukuplah itu saja. Kemudian beliau bersabda:

Artinya :
“Tolonglah aku untuk terkabulnya permintaanmu, dengan memperbanyak sujud/ shalat”. (H.R. Muslim)
Yang dimaksud memperbanyak sujud/ shalat, ialah shalat sunnat. Dari hadits ini kita dapat memperoleh pelajaran, bahwa apabila ingin berkumpul sama-sama Rasulullah saw. di surga nanti, hendaklah kita memperbanyak shalat-shalat sunnat.
Tempat melakukan shalat sunnat itu boleh dimana saja dilaksanakan, baik di rumah maupun di mesjid. Namun apabila dilakukan di rumah, lebih baik dan lebih utama. Sebagaimana dalam hadits bahwa Rasulullah saw. bersabda:

Artinya :
“Shalat seseorang di rumahnya, yakni shalat sunnat adalah merupakan cahaya. Maka barang siapa yang menghendakinya, ia dapat menyinari rumahnya hingga bercahaya”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

  • Pindah Tempat untuk shalat sunnat
Apabila kita melakukan shalat sunnat yang mengiri shalat fardlu, maka disunnatkan melaksanakannya pindah dari tempat melakukan shalat fardlu. Misalnya kita shalat fardlu di satu tempat, maka setelah selesai salam apabila kita akan melaksanakan shalat sunnat rawatib, hendaknya ada jarak waktu, yakni membaca do’a atau bicara lain, kemudian apabila hendak melakukan shalat sunnat, kita pindah/ bergeser tempat, ke belakang sedikit atau ke samping. Setelah itu baru kita melaksanakan shalat sunnat.
Demikian sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw. kepada Mu’awiyah dalam melaksanakan shalat sunnat. Dalam hadits diriwayatkan :


Artinya :
“Bahwasannya rasulullah saw. memerintahkan kepada kami (Mu’awiyah), supaya jangan menyambung shalat (fardlu) dengan shalat (sunnat) hingga berbicara (atau membaca do’a/ wirid), atau keluar (bergeser dari tempat semula)”. (H.R. Muslim)[1]

Macam-macam shalat sunnat
o   Menurut pelaksanaannya dapat di bagi dua :
A.    Shalat sunnat yang dikerjakan tidak berjama’ah, yaitu:
1.      Shalat Rawatib
Shalat sunnat rawatib ialah shalat sunnat yang dikerjakan sebelum dan sesudah shalat fardlu. Seluruh dari shalat rawatib ini ada 22 raka’at, yaitu:
ü  2 raka’at sebelum shalat shubuh (sesudah shalat shubuh tidak ada sunnat ba’diyah)
ü  2 raka’at sebelum shalat zhuhur. 2 atau 4 raka’at sesudah shalat zhuhur.
ü  2 raka’at atau 4 raka’at sebelum shalat ‘ashar (sesudah shalat ‘ashar tidak ada sunnat ba’diyah)
ü  2 raka’at sesudah shalat maghrib
ü  2 raka’at sebelum shalat ‘isya. Dan 2 raka’at sesudah shalat ‘isya.
Shalat-shalat tersebut, yang dikerjakan sebelum shalat fardlu, dinamakan “Qabliyah” dan sesudahnya disebut “Ba’diyah”.
c.       Niatnya menurut macam shalatnya
d.      Tidak dengan adzan dan iqamat
e.       Dikerjakan tidak dengan berjama’ah
f.       Bacaannya tidak dinyaringkan
g.      Jika lebih dari dua raka’at, tiap-tiap raka’at satu salam.
h.      Sebaiknya tempat mengerjakannya pindah sedikit dari tempat mengerjakan shalat fardlu.
ü  Shalat Sunnat Shubuh
Tentang keutamaan shalat sunnat sebelum shalat shubuh. Rasulullah pernah bersabda :

Artinya :
Dari ‘Aisyah r.a. bahwasannya Nabi saw. telah bersabda : “Dua raka’at Fajar (Shalat sunnat yang dikerjakan sebelum shubuh) itu lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (H.R. Muslim)

Dari shalat ini sebaiknya membaca Surat Al-kafirun dan Surat Al-Ikhlas, sebagaimana dinyatakan dalam hadits :



Artinya :
“Bahwasannya Rasulullah saw. dalam melaksanakan shalat sunnat fajar ini membaca surat Qul ya ayyuhal kaafirun, dan Qul huwallaahu ahad, dan dibacanya tidak keras suaranya”. (H.R Ahmad dan Thahawi)
ü  Shalat Sunnat Dzuhur
Shalat sunnat zhuhur, baik qabliyah maupun ba’diyah sebanyak dua raka’at sesuai dengan hadits Nabi saw. :

Artinya :
“Saya ingat Nabi saw. melaksanakan 10 raka’at sunnat rawatib, yakni 2 raka’at sebelum zhuhur dan 2 raka’at sesudah zhuhur; dan 2 raka’at sesudah maghrib di rumah beliau; dan 2 raka’at sesudah ‘isya di rumahnya; dan 2 raka’at sebelum shubuh”. (H.R. Bukhari)
Hadis lain menyatakan :




Artinya :
“Saya mendengar Ibn Umar r.a. berkata : “Bahwasannya shalat Rasulullah saw. tidak pernah meninggalkan 2 raka’at sebelum zhuhur dan 2 raka’at sesudah zhuhur…”. (H.R. Ahmad dengan sanad Hasan)
Shalat sunnat zhuhur yang empat raka’at, dari Abdullah bin Syaqiq ia berkata :

Artinya :
“Saya bertanya kepada ‘Aisyah r.a. tentang shalat Rasulullah saw., Beliau berkata: bahwa Nabi saw. shalat empat raka’at sebelum zhuhur dan dua raka’at sesudahnya”. (H.R. Ahmad dan Muslim serta lainnya)

ü  Shalat sunnat ‘Ashar
      Shalat sunnat sebelum ‘ashar

Artinya :
“Telah bersabda Rasulullah saw. : “Allah memberi rahmat kepada seseorang yang mengerjakan shalat sunnat sebelum ‘ashar empat raka’at”. (H.R. Ahmad, Abu Dawud dan Turmudzi)

ü  Shalat sunnat Maghrib
Tentang shalat sunnat sebelum maghrib dua raka’at, Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal bahwa nabi saw. bersabda :

Artinya :
“Shalatlah sebelum maghrib, shalatlah sebelum maghrib!”. Lalu beliau bersabda pada ketiga kalinya : “bagi siapa saja yang mau”. Beliau bersabda demikian karena khawatir kalau-kalau akan dianggap menjadi sunnat muakkad oleh orang-orang”.

ü  Shalat sunnat ‘Isya
Tentang keutamaan shalat sunnat sesudah shalat ‘isya, dinyatakan dari Ummu Habibah binti Abu Sufyan bahwa Nabi saw. bersabda :

Artinya :
“Barang siapa shalat sehari semalam dua belas raka’at, maka dibangunlah baginya sebuah rumah di surga, yaitu empat raka’at sebelum zhuhur dan dua raka’at sesudah zhuhur; dan dua rakaat sesudah maghrib; dan dua raka’at sesudah ‘isya”. (H.R Turmudzi)


2.      Shalat Wudlu’
Shalat sunnat wudlu’ ialah shalat yang disunnatkan sesudah selesai mengerjakan wudlu’, yaitu dua raka’at dengan niat sunnat wudlu’. Sabda Nabi saw. :


Artinya :
“Dari Abu Hurairah r.a. berkata : Rasulullah saw. bersabda kepada Bilal bin Rabah : “Hai Bilal ceritrakanlah kepadaku, amal apakah yang telah kau lakukan yang terbaik di dalam Islam, karena saya telah mendengar suara sandalmu di depanku di surga?”. Jawab Bilal : “Tidak ada suatu amal yang sangat saya harapkan di dalam Islam, selain jika saya selesai berwudlu’, baik di waktu malam atau siang, maka saya pergunakan sembahyang sekuat saya”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

3.      Shalat Dluha
c.       Arti Shalat Dluha
Shalat dluha ialah shalat sunnat yang dikerjakan pada waktu matahari sedang naik. Sekurang-kurangnya shalat ini dua raka’at, boleh empat raka’at, enam raka’at, delapan raka’at dan dua belas raka’at.
d.      Hukumnya
Shalat dluha hukumnya sunnat. Karena itu barang siapa yang menginginkan pahalanya, kerjakanlah sekehendakmu, dan kalau tidak, tidak ada halangan pula meninggalkannya.
Dari Abu Said r.a. berkata :

Artinya :
“Rasulullah saw. selalu melaksanakan shalat dluha sampai-sampai kita mengira bahwa beliau tidak pernah meninggalkannya, tetapi jika telah meninggalkan sampai-sampai kita mengira, bahwa beliau tidak pernah mengerjakannya”. (H.R. Turmudzi)
e.       Waktunya
Permulaan shalat dluha ini kira-kira matahari sedang naik setinggi ± 7 hasta dan berakhir di waktu matahari lingsir. Disunatkan juga melaksanakan pada waktu matahari naik agak tinggi dan panas agak terik. Dari Zaid bin Arqam r.a. berkata :


Artinya :
“Nabi saw. keluar menuju tempat Ahli Qubaa. Dikala itu mereka sedang mengerjakan shalat dluha. Beliau lalu bersabda : “Inilah shalat orang-orang yang kembali kepada Allah, yakni di waktu anak-anak unta telah bangkit karena kepanasan waktu dluha”. (H.R. Ahmad dan Muslim)
f.       Bilangan Raka’atnya
Sekurang-kurangnya shalat ini dua raka’at, sebanyak-banyaknya delapan raka’at, dan menurut sabda Nabi saw. dapat juga dilakukan dua belas raka’at.
1)      Dua raka’at sebagaimana dinyatakan dalam hadits sebagai berikut :


Artinya :
Abu Hurairah r.a. berkata : “Kekasihku Rasulullah saw. berpesan kepada saya supaya berpuasa tiga hari tiap-tiap bulan, dan shalat dluha dua raka’at, dan shalat witir sebelum tidur”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
2)      Dilaksanakan empat raka’at, sebagaimana dinyatakan dalam hadits :


 Artinya :
“Aisyah r.a. berkata : “Rasulullah saw. biasa melaksanakan shalat dluha empat raka’at, dan kadang-kadang melebihi dari itu sekehendak Allah”. (H. R. Muslim)
3) Dilaksanakan delapan raka’at, sebagaimana dinyatakan dalam hadits :


Artinya :
“Bahwa Nabi saw. mengerjakan shalat dluha sebanyak delapan raka’at dan tiap-tiap dua raka’at bersalam”. (H.R. Abu Dawud)
4)      Dua belas raka’at, sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. :
                 

                  Artinya :
         Dari Anas r.a. ia berkata : Rasulullah saw. bersabda : “Barang siapa yang shalat dluha dua belas raka’at, niscaya Allah dirikan gedung baginya di surga”. (H.R. Turmudzi)
g.      Fadlilahnya
Shalat dluha sebagai shalat sunnat yang sangat banyak sekali fadlilahnya (keutamaannya). Sangat baik sekali shalat dluha ini, kita mudawamahkan (kita langgengkan) yakni kita biasakan sehari-hari melaksanakannya. Karena ditinjau dari segala segi baik sekali bagi yang melaksanakannya. Ditinjau dari segi memohon maghfirah ; ditinjau dari segi mencari ketenangan hidup dan ditinjau dari memohon tambahnya rizqi kepada Allah. Maka shalat dluha ini patut sekali kita langgengkan tiap-tiap hari.
Sabda Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. dalam hadits sebagai berikut :


Artinya :
“Siapa saja  yang dapat mengerjakan shalat dluha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak busa lautan”. (H.R. Turmudzi)
Dari Abu Hurairah r.a. dinyatakan, bahwasannya nabi saw. bersabda :


Artinya :
“Bahwasannya di surga ada pintu yang dinamakan “Dluha”. Maka jika telah datang hari kiamat kelak, berserulah (malaikat) penyeru : “Manakah orang-orang yang telah melanggengkan shalat dluha?” Inilah pintu kamu, silahkan masuk ke dalam dengan rahmat Allah”. (H.R. Ath- Thabrani)
h.      Surat-surat yang di baca
1.      Surat-surat yang dibaca sesudah membaca fatihah pada tiap-tiap raka’at boleh mana saja yang mudah. Dalam Al-Qur’an dinyatakan :



Artinya :
“… bacalah oleh kamu apa-apa ayat yang mudah dari pada al-Qur’an”. (S. Al-Muzammil : 20)
2.      Dalam kitab I’AANATUTH THAALIBIN, jilid I halaman 225 dinyatakan, jika dikerjakan dua raka’at disunatkan pada raka’at pertama sesudah membacafatihah, membaca surat “Wasy-Syamsi wadluhaa ha…..,” dan pada raka’at kedua sesudah membaca fatihah membaca surat “Wadluhaa wal-laili idzaa saja…”. Jika dikerjakan lebih dari dua raka’at, maka disunnatkan tiap-tiap dua raka’at salam. Surat yang di baca seperti tersebut di atas, sedang raka’at selebihnya membaca surat Al-Kafirun dan Al-Ikhlas.
3.      Cara yang terbaik, apabila dikerjakan dua raka’at, maka pada raka’at pertama sesudah membaca Fatihah, membaca ayat Kursi sepuluh kali, dan pada raka’at kedua sesudah membaca Fatihah, membaca Surat Al-Ikhlas sepuluh kali juga. Demikian sesuai hadits Nabi saw. dengan sabdanya :


                           Artinya :
   “Anas r.a. meriwayatkan dari Nabi saw. “Barang siapa yang melaksanakan shalat dluha membaca pada raka’at yang pertama surat Al-Fatihah dan ayat Kursi sepuluh kali, serta pada raka’at kedua sesudah Fatihah membaca Surat Al-Ikhlas sepuluh kali, pasti ia mendapat keridlaan yang terbesar dari Allah”.

4.      Shalat Tahiyyatul masjid
Shalat tahiyyatul masjid ialah shalat sunnat yang dikerjakan oleh jama’ah yang sedang masuk ke masjid, baik pada hari jum’at maupun lainnya, di waktu malam atau siang. Jika kita masuk ke dalam masjid, hendaklah sebelum duduk kita mengerjakan shalat sunnat dua raka’at. Shalat sunnat ini disebut shalat tahiyyatul masjid, artinya shalat untuk menghormati masjid.
Orang yang masuk masjid dikala khatib sedang berkhuthbah, hendaknya shalat tahiyyatul masjid dilakukan dengan ringan, artinya jangan terlalu lama, untuk segera dapat mendengarkan khuthbah.
Sabda Rasulullah saw. :


Artinya :
“Jika salah seorang diantaramu masuk di mesjid, maka hendaklah ia shalat dua raka’at sebelum duduk”.
5.      Shalat Tahajjud
c.       Arti Shalat Tahajjud
      Shalat tahajjud ialah shalat sunnat yang dikerjakan pada waktu malam. Sedikitnya dua raka’at dan sebanyak-banyaknya tidak terbatas. Waktunya sesudah shalat ‘isya sampai terbit fajar. Shalat di waktu malam hanya dapat disebut tahajjud, dengan syarat apabila dilakukan sesudah bangun dari tidur malam, sekalipun tidur itu hanya sebentar. Jadi apabila dikerjakan tanpa tidur sebelumnya maka ini bukan shalat tahajjud, tetapi shalat sunnat saja seperti witir dan sebagainya.
      Kalau sudah diketahui waktu melakukan ibadat ini dari waktu ‘isya sampai waktu shubuh, sedang sepanjang malam ini ada saat utama, lebih utama dan paling utama, maka waktu malam yang panjang itu dapat kita bagi jadi tiga bagian :
1)  Sepertiga pertama, yaitu kira-kira dari jam 19.00 sampai dengan jam 22.00, ini saat utama.
2)      Sepertiga kedua, yaitu kira-kira dari jam 22.00 sampai dengan jam 01.00, ini saat yang paling utama, dan
3)      Sepertiga ketiga, yaitu kira-kira dari jam 01.00 sampai masuknmya waktu shubuh, ini adalah saat yang paling utama.
                        Demikian menurut hadits Rasulullah saw. :



Artinya :
“Perintah Allah turun ke langit dunia di waktu tinggal sepertiga yang akhir dari waktu malam, lalu berseru : Adakah orang-orang yang memohon (berdo’a), pasti akan Ku kabulkan, adakah orang yang meminta, pasti akan Ku beri dan adakah yang mengharap/ memohon ampunan, pasti akan Ku ampuni baginya. Sampai tiba waktu shubuh”.
b.      Dasar Shalat Tahajjud
      Shalat tahajjud yakni shalat malam itu sangat dianjurkan, sebagaimana firman Allah swt. :


                  Artinya :
      “Hendaknya engkau gunakan sebagian waktu malam itu untuk shalat tahajjuad, sebagai shalat sunnat untuk dirimu, mudah-mudahan Tuhan akan membangkitkan engkau dengan kedudukan yang baik”. (S. Bani Israil: 79)
      Orang-orang yang suka beribadat di waktu malam dengan shalt malam, ialah orang-orang yang terpuji menurut pandangan Allah, dan dalam hal ini Allah berfirman  :
y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# yyd ª!$# ( ãNßg1yßgÎ6sù ÷nÏtFø%$# 3 @è% Hw öNä3è=t«ór& Ïmøn=tã #·ô_r& ( ÷bÎ) uqèd žwÎ) 3tø.ÏŒ šúüÏJn=»yèù=Ï9 ÇÒÉÈ

                  Artinya :
      “Mereka itulah orang yang telah diberi petunjuk Allah, karena itu ikutilah petunjuk seperti yang ada pada mereka”. (S. Al-An‘am: 90)
                  Mereka yang dimaksud dalam ayat ini adalah para Nabi dan Rasul Allah.
c.       Fadlilahnya
Shalat tahajjud itu banyak sekali fadlilahnya (keutamaannya), karena shalat ini dapat mendekatkan diri kepada Allah, sebagaimana dinyatakan oleh Nabi saw. dalam sabdanya :


Artinya :
“Sedekat-dekat hamba kepada Allah ialah pada tengah malam yang terakhir. Maka jikalau engkau dapat termasuk golongan orang yang dzikir kepada Allah pada saat itu, maka usahakanlah”. (H.R. Al-Hakim)
d.      Waktunya
Waktu shalat tahajjud sejak masuk shalat ‘isya, sampai fajar shadiq, asal bagi yang akan melakukannya sesudah bangun tidur. Shalat malam itu dapat disebut shalat tahajjud, apabila dilakukan sesudah bangun tidur malam, sekalipun tidurnya hanya sebentar.
Apabila dilaksanakan tanpa tidur sebelumnya, maka bukan shalat tahajjud, melainkan shalat sunnat biasa seperti witir, shalat sunnat muthlaq dan sebagainya.
Waktu yang paling utama untuk shalat tahajjud ialah waktu tengah malam, atau tengah malam yang terakhir, seperti pada jam 1 malam sampai dengan masuknya waktu shubuh, inilah waktu yang paling utama.
e.       Jumlah Raka’atnya
Jumlah raka’at shalat tahajjud, tidak ada ketentuan yang pasti, tetapi sekurang-kurangnya dua raka’at dan ada riwayat yang menyatakan satu raka’at, sedangkan sebanyak-banyaknya tidak terbatas.
Dalam hadits dinyatakan sebagai berikut :


Artinya :
“Rasulullah saw. apabila bangun malam untuk shalat, beliau memulainya dengan dua raka’at yang ringan”. (H.R. Muslim)
Dari Ibn Abbas r.a. katanya :


Artinya :
“Rasulullah saw. memerintahkan kepada kita, supaya mengerjakan shalat malam dan menganjurkan itu benar-benar sehingga beliau bersabda : “Kerjakanlah shalat malam itu walaupun hanya satu raka’at”. (H.R. At-Thabrani)
Jikalau shalat tahajjud akan dilaksanakan dengan  jumlah raka’at sebanyak-banyaknya juga boleh, sebagaimana firman Allah swt. :
šÆÏBur È@ø©9$# ôßÚó$$sù ¼çms9 çmósÎm7yur Wxøs9 ¸xƒÈqsÛ ÇËÏÈ
Artinya :
“Dan di sebagian dari pada malam, sujudlah kepada-Nya, dan berbaktilah kepada-Nya dimalam yang panjang”. (S. Ad-dahr / Al-insan : 26)
f.       Tata tertibnya
            Orang yang hendak melaksanakan shalat malam, disunatkan diwaktu akan tidur, ia berniat hendak bangun untuk shalat tahajjud. Sabda Nabi saw. :


Artinya :
            “Barang siapa yang akan tidur dan berniat bangun untuk melakukan shalat malam, kemudian terlanjur tidur hingga pagi, maka dicatatlah niatnya sebagai satu pahala, sedang tidurnya dianggap sebagai karunia Tuhan yang diberikan padanya”.
6.      Shalat Hajat
a. Arti Shalat Hajat
Shalat hajat ialah shalat sunnat yang dikerjakan karena mempunyai hajat agar diperkenankan hajatnya oleh Allah. Shalat hajat dikerjakan dua raka’at, kemudian berdo’a memohon sesuatu yang menjadi hajatnya.
Shalat hajat ini banyak ragam cara mengerjakannya, yakni bukan pada syarat rukunnya yang bermacam-macam, tetapi pada bacaan dan cara mengerjakannya. Sedang syarat rukunnya tetap seperti shalat-shalat biasa.
Pada pokoknya shalat hajat ini dilaksanakan dua raka’at, sampai dengan 12 raka’at, dengan tiap-tiap dua raka’at satu salam. Ayat-ayatnya terserah kepada yang akan mengerjakannya dan diperbuat dua raka’at sehingga sampai dua belas raka’at jumlahnya. Tegasnya shalat hajat ini cukup dua raka’at dan boleh dua belas raka’at, terserah kepada yang akan mengerjakannya. Dasar shalat hajat ini dalam Al-Qur’an dinyatakan :
$ygƒr'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãYÏètGó$# ÎŽö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# yìtB tûïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÌÈ
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, karena sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (S. Al-Baqarah : 153)
b. Cara Mengerjakan Shalat Hajat
1.      Cara yang pertama
Apabila kita hendak mengerjakan shalat hajat sebanyak dua raka’at, berarti kita berpedoman dengan hadits Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dari pada Abdillah bin Abi Aufa, yang dinyatakan sebagai berikut:
Artinya : “ Dari Abdullah bin Abi Aufa r.a. berkata : “telah bersabda Rasulullah saw., barang siapa yang mempunyai hajat kepada Allah atau berhajat kepada salah seorang dari pada Bani Adam (yakni manusia), maka hendaklah :
1)      Berwudlu’ dan baguskanlah wudlu’nya itu
2)      Lalu shalatlah (shalat hajat) dua raka’at
3)      Kemudian (setelah selesai shalat dua raka’at) lalu memuji Allah
4)      Lalu membaca shalawat atas Nabi Muhammad saw.
5)      Lalu membaca do’a
Keterangan :
Shalat hajat ini laksanakanlah semalam atau tiga malam sampai tujuh malam, tergantung pada penting dan urgensinya serta sulit maksud kita ini. Insya Allah hajat kita ini akan terkabul. Dalam kitab taajul Jamiil lil ushul, dianjurkan sesudah selesai shalat hajat membaca istighfar 100 kali.
Selesai membaca istighfar lalu membaca shalawat atas Nabi saw. 100 kali, yakni membaca :

Artinya :
“Ya Allah, beri karunia kesejahteraan atas junjungan kami Muhammad, kesejahteraan yang di ridlailah dari pada sahabat-sahabat sekalian”.
Kemudian mohonlah apa yang dimaksud, sambil bersujud kepada Allah, dan perbanyaklah bacaan :


Artinya :
“Tidak ada Tuhan melainkan Engkau ya Allah, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku ini adalah dari golongan yang aniaya”.
2.      Cara yang kedua
      Cara yang kedua ialah sebagaimana yang tersebut dalam kitab Ihyau ‘Ulumiddin, karangan Imam Al-Ghazalli, dinyatakan bahwa sunnat shalat hajat itu jumlah raka’atnya 12 raka’at. Tiap-tiap dua raka’at salam. Tiap-tiap raka’at sesudah membaca surat Al-Fatihah, lalu membaca ayat Kursi dan surat Al-Ikhlas yakni pada raka’at yang pertama membaca ayat Kursi, dan raka’at yang kedua membaca surat Al-Ikhlas.
      Kemudian setelah selesai dua belas raka’at, lalu sujud dan membaca do’a. Setelah membaca do’a sambil bersujud lalu memohon kepada Allah , apa yang dikehendaki dengan bahasa apa saja boleh. Insya Allah Tuhan akan mengabulkan permohonannya, asal bukan yang bersifat maksiat kepada Allah.
7.      Shalat Istikharah
      a.   Arti shalat Istikharah
Shalat istikharah ialah shalat sunnat dua raka’at untuk memohon kepada Allah ketentuan pilihan yang lebih baik diantara dua hal atau lebih yang belum dapat ditentukan baik buruknya.
Yakni apabila seseorang berhajat  dan bercita-cita akan mengerjakan sesuatu maksud, sedang ia ragu-ragu dalam pekerjaan atau maksud itu, apakah dilakukan terus atau tidak. Maka untuk memilih salah satu dari dua hal diteruskan atau tidak, disunnatkan shalat istikharah dua raka’at.
Perlu diperhatikan, bahwa shalat istikharah bukan berarti mencari mimpi, yakni sesudah shalat istikharah kemudian tidur untuk mendapatkan impian yang memberikan alamat tentang maksud hajat itu. Shalat istikharah ialah mencari kebaikan, artinya kalau kita mempunyai hajat lalu melaksanakan shalat istikharah, maka jika maksud hajat itu dilaksanakan kita akan memperoleh barokah dan jika tidak dilaksanakan juga akan memperoleh barokah.
    1. Waktunya
Shalat istikharah dan shalat hajat waktunya lebih utama, jika dikerjakan seperti shalat tahajjud, yakni malam hari, dan dikerjakan seperti shalat biasa, sesudah shalat istikharah dengan sempurna kemudian terus berdo’a dengan do’a istikharah dan sesudah berdo’a, hendaknya memilih dalam hati, mana yang cenderung dalam hati diantara dua hal itu. Tegasnya shalat istikharah itu boleh dikerjakan di sembarang waktu.
    1. Dasar hukumnya
Hukumnya sunnat mu’akkad bagi yang sedang menghajatkan petunjuk itu. Anjuran sunnat istikharah itu sesuai dengan sabda Nabi saw. :

Artinya :
“Tidak akan kecewa bagi orang yang melaksanakan shalat istikharah, dan tidak akan menyesal bagi orang yang suka bermusyawarah dan tidak akan kekurangan bagi orang yang suka berhemat”. (H.R. At-Thabrani)
Dalam Kitab Sunan Ibnu Majah dimuat hadits yang menganjurkan shalat istikharah jika menghadapi sesuatu hal, sebagaimana sabda Nabi saw. sebagai berikut :

Artinya :
“Rasulullah saw. memberikan pelajaran kepada kita untuk beristikharah disegala perkara, sebagaimana beliau mengajarkan kepada kita surat dari Al-Qur’an”.
Anjuran beliau dinyatakan dalam hadits sebagai berikut yang artinya :
“Jika kamu menghendaki sesuatu perkara, hendaklah kamu shalat dua raka’at (bukan shalat fardlu) lalu berdo’alah….”
    1. Hajat apa yang dimaksud ?
Hajat yang dimaksud dalam shalat istikharah ialah sesuatu yang bersifat mubah. Sedang urusan-urusan yang wajib atau sunnat, kita di suruh mengerjakannya, sedangkan yang haram dan makruh, kita disuruh meninggalkannya. Dengan demikian istikharah tidak berlaku kecuali pada masalah-masalah yang mudah.
Andaikata kita telah memenuhi syarat diwajibkannya mengerjakan ibadat haji, maka untuk melaksanakan kewajiban ini kita juga di sunnatkan beristikharah, tetapi bukan untuk memilih apakah jadi melaksanakan atau tidak, tetapi istikharah yang dimaksud ialah untuk memperoleh barokah dan ketenangan dalam menunaikannya.
    1. Berapa kali shalat istikharah dilaksanakan ?
Shalat istikharah ini dapat dilaksanakan berulang kali sampai memperoleh isyarat dan petunjuk bagi yang melaksanakannya.
Isyarat atau tanda-tanda ini cepat diperoleh atau tidaknya terletakkepada tekun dan khusyu’nya yang melaksanakannya. Perlu kita ulangi sekali lagi bahwa isyarat dan tanda-tanda itu berupa ketenangan dan kemantapan hati.
    1. Hasil Istikharah
Istikharah yang dilaksanakan dengan shalat dan berdo’a kepada Allah swt. akan memperoleh isyarat berupa kemantapan hati untuk melaksanakan sesuatu diantara dua maksud atau lebih dan boleh jadi isyarat itu dalam impian di waktu tidur, atau dalam perasaan hati yang melaksanakannya.
Kami nyatakan boleh jadi dalam impian di waktu tidur, karena impian itu sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah saw. sbb. :

Artinya :
“Impian seorang mu’min itu, adalah bagian dari pada empat puluh bagian kenabian”.  (H.R. Turmudzi)
Artinya jika ada isyarat atau tanda-tanda yang baik yang diperoleh dari impian di waktu tidur menunjukkan kebaikan, maka sesuatu maksud atau hajat yang akan dilaksanakan itu adalah baik nantinya dan sebaliknya jika ada tanda-tanda buruk, maka sebaiknya tidak usah diteruskan maksud itu, karena akan buruk akhirnya.
Shalat istikharah sebagai ibadat, hendaknya kita laksanakan dengan khusyu’ sehingga benar-benar kita memperoleh ketenangan dan kemantapan hati dan dengan ketenangan hati inilah kita senantiasa memperoleh barokah dalam segala hal.
    1. Surat-surat yang dibaca
Dalam kitab I’ANATUTH THAALIBIIN THAALIBIIN, Jilid I halaman 257 dinyatakan yang artinya sebagai berikut : “Barang siapa yang mempunyai cita-cita akan sesuatu dan ia bimbang tentang akhir akibatnya, dan tidak mengetahui bagaimana gambaran yang apabila ditinggalkannya maksud itu, maka dinyatakan bahwa Nabi Muhammad saw. telah memerintahkannya, agar shalat dua raka’at dan membaca pada raka’at pertama sesudah surat Al-Fatihah membaca QUL YA AYYUHAL KAAFIRUN, dan pada raka’at kedua sesudah membaca surat Al-Fatihah membaca QUL HUWALLAAHU AHAD, dan setelah selesai shalat membaca do’a”. (H.R. Jabir bin Abdullah)
Sesudah berdo’a mintakanlah apa-apa yang baik dilaksanakan menurut cita-cita dan maksud kita itu. Apa yang mendatang yang kuat dalam hati dan mantap hati kita, itulah kita laksanakan dan yang baik kita perbuat.
8.      Shalat Muthlaq
Shalat sunnat muthlak  ialah sunnat yang boleh dikerjakan pada waktu kapan saja, kecuali pada waktu kapan saja, kecuali pada waktu yang terlarang untuk mengerjakan shalat sunnat. Jumlah raka’atnya tidak terbatas.
Sabda Rasulullah saw. :

Artinya :
Rasulullah saw. bersabda : “Shalat itu adalah sesuatu perkara yang terbaik, dimana dan kapan saja, banyak atau sedikit”.
9.      Shalat Awwabin
Sesudah sunnat ba’da maghrib (ba’diyyah), disunnatkan  pula  bagi siapa saja yang mengerjakan sunnat dua sampai dengan enam raka’at, yang dinamakan shalat sunnat awwabin. Cara mengerjakannya yaitu :
a.       Berniat shalat dua raka’at
b.      Sesudah membaca fatihah pada raka’at pertama, bacalah surah Al-Ikhlas enam kali, surah Al-Falaq sekali dan surah An-Nas sekali, demikian pula pada raka’at kedua.
c.       Sehabis semalam dua raka’at ini, maka shalat lagi dua raka’at. Dan dibaca pada raka’at pertama dan kedua sesudah Al-Fatihah mana saja surah yang dikehendaki.
d.      Sesudah itu pula, berdiri lagi dengan berniat shalat dua raka’at, dengan bacaan pada raka’at pertama sesudah surah Al-Fatihah, bacalah surah Al-Kafirun dan pada raka’at kedua sesudah Al-Fatihah dibaca surah Al-Ikhlas.

10.  Shalat Tasbih
Shalat sunnat tasbih ialah shalat yang sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw. kepada mamaknya Sayyidina Abbas Ibn Muthalib. Shalat tasbih ini dianjurkan mengamalkannya, kalau tidak dapat tiap-tiap malam, kalau tidak dapat tiap malam, maka sekali seminggu, kalau juga tidak sanggup sekali seminggu, dapat juga dilakukan sebulan sekali atau setahun sekali dan kalau tidak dapat setahun, setidak-tidaknya sekali seumur hidup.
a.      Cara mengerjakannya
1.      Kalau dikerjakan pada siang hari, hendaklah dikerjakan 4 raka’at dengan satu salam.
2.      Kalau dikerjakan pada malam hari, hendaklah 4 raka’at itu dijadikan 2 salam.
Shalat ini disebut shalat tasbih, karena didalamnya dibacakan tasbih sehingga dalam 4 raka’at itu berjumlah 300 tasbih.
Cara pelaksanaannya sebagai berikut :
1)      Berdiri lurus menghadap qiblat, lantas mengucapkan lafazh niatnya (di waktu siang hari empat raka’at satu salam).
2)      Selesai membaca do’a iftitah, lalu membaca surat fatihah, lantas membaca surat apa saja yang kita hafal. Kemudian sebelum ruku’ bacalah tasbih 15 kali, yaitu :


Artinya :
“Maha suci Allah, segala puji bagi Allah dan tidak ada Tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar, dan tidak daya dan tidak kekuatan kecuali dari Allah Tuhan Yang Maha Tinggi dan Maha Agung”. (15 kali)
3)      Kemudian ruku’ dan setelah membaca tasbih seperti biasa, lalu membaca pula tasbih seperti tersebut di atas 10 kali, kemudian I’tidal.
4)      Setelah selesai membaca tahmid I’tidal, lantas membaca pula tasbih seperti tersebut di atas 10 kali, lalu sujud.
5)      Di waktu sujud, sehabis membaca tasbih sujud seperti biasa, kemudian membaca tasbih seperti tersebut di atas 10 kali, lalu duduk antara dua sujud.
6)      Setelah selesai membaca do’a duduk antara dua sujud, lantas membaca tasbih seperti tersebut di atas 10 kali, kemudian sujud kedua.
7)      Pada sujud kedua setelah selesai membaca tasbih sujud biasa, lalu membaca tasbih seperti tersebut di atas 10 kali, kemudian sebelum berdiri ke raka’at kedua, hendaknya “duduk Istirahah” lalu sambil duduk istirahah itu kita membaca tasbih seperti di atas 10 kali.
Demikianlah kita laksanakan pada raka’at pertama ini, yang apabila  kita hitung seluruh bacaan tasbihnya berjumlah 75 kali tasbih, dan 75 x 4 raka’at = 300 tasbih. Untuk lebih jelasnya yaitu :
1.      Tiap-tiap raka’at membaca fatihah, dan dilanjutkan membaca surah apa saja.
2.      Setelah selesai membaca surah pada tiap raka’at, sambil berdiri membaca tasbih.
3.      Waktu ruku’ membaca tasbih lagi 15 kali.
4.      Waktu I’tidal membaca tasbih lagi 10 kali.
5.      Waktu duduk antara dua sujud membaca tasbih lagi 10 kali.
6.      Waktu sujud kedua membaca tasbih lagi 10 kali.
7.      Waktu duduk istirahah hendak berdiri membaca tasbih 10 kali.
Totalnya 75 kali tasbih x 4 raka’at = 300 kali tasbih. Andaikata kita kelupaan membaca tasbih di salah satu tempatnya, maka boleh digantikan di tempat berikutnya, agar tetap tasbihnya berjumlah 300 kali tasbih.
Rasulullah saw. bersabda :


Artinya :
“Ada dua kalimat yang ringan disebut dalam lisan, tetapi sangat berat timbangan isinya, dan ia sangat disukai Allah Tuhan Yang Rahman. Kedua kalimat itu ialah ucapan :

Artinya :
“Maha Suci Allah dan saya memujiNya. Mah Suci Allah Dzat Yang Maha Agung”.

B.     Shalat sunnat yang dikerjakan berjama’ah, yaitu :
1.      Shalat Tarawih dan Witir
a.      Shalat Tarawih
Shalat tarawih ialah shalat malam yang dikerjakan pada bulan Ramadhan. Shalat ini hukumnya sunnat muakkad, boleh dikerjakan sendiri-sendiri atau berjama’ah. Shalat tarawih ini dilakukan sesudah shalat  ‘isya sampai waktu fajar. Bilangan raka’atnya yang pernah dilakukan Rasulullah saw. adadelapan raka’at. Umar bin Khatab mengerjakannya sampai 20 raka’at. amalan Umar bin Khatab ini di sepakati oleh Ijma’.
Cara Mengerjakannya
Tiap-tiap dua raka’at diakhiri dengan salam. Setelah selesai shalat tarawih hendaknya diteruskan dengan shalat witir, sekurang-kurangnya satu raka’at. tetapi umumnya dikerjakan tiga raka’at dengan dua salam dan boleh pula dikerjakan tiga raka’at satu salam.
Surat yang dibaca sesudah Al-Fatihah pada tiap-tiap raka’at boleh mana saja yang kita kehendaki. Misalnya, mulai dari surat At-Takatsur sampai Surat Al-Lahab, sedang pada raka’at kedua setelah membaca Fatihah yang dibaca boleh sembarang surah, tetapi diutamakan surah Al-Ikhlash.


Artinya :
“Kerjakanlah shalat tarawih semoga Allah melimpahkan rahmat kepada kamu sekalian”.
b.      Shalat Witir
Shalat witir hukumnya sunnat, yakni shalat sunnat yang sangat diutamakan. Dalam hadits dinyatakan :

Artinya :
“Dari Ali ra. berkata : “Shalat witir itu bukan wajib sebagaimana shalat lima waktu, tetapi Rasulullah saw. telah mencontohkannya dan bersabda : “Sesungguhnya Allah itu witir (Esa) dan suka kepada witir, maka shalat witirlah wahai ahli Qur’an”. (H.R. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

2.      Shalat Idul Fitri dan Idul Adlha
Shalat hari  raya ada dua yaitu hari raya fithrah tanggal 1 Syawal dan pada hari-hari raya adl-ha tanggal 10 Dzul Hijjah.
Waktu shalat ‘id dimulai dari terbit mataari sampai tergelincirnya. Kedua shalat hari raya tersebut ukumnua sunnat muakkad bagi laki-laki dan perempuan, mikmin atau musadir. Boleh dikerjakan sendirian dan sebaiknya dilakukan berjamaah.
Cara melakukannya
a)      Pada hari raya tanggal 1 syawwal sesudah kita menunaikan shalat Shubuh  dan sesudah kita mandi sunnat hari raya, lalu berangkatlah menuju mesjid atau tanah lapang dengan emperbanyak mengucapkan Takbir.
b)     Setelah  tiba di mesjid, maka sebelum duduk shalat tahiyatul masjid 2 raka’at. Kalau di tana lapang  tidak ada tahiyatul masjid, hanya duduklah dengan ikut mengulang-ulang bacaan takbir, sampai mulai solat ‘ied itu
c)      Pada raka’at pertama ; Sesudah niat mula-mula membaca takbiratulihram kemudian membaca do’a iftitah, selanjutnya takbir tujuh kali dan setiap habis takbir disunnatkan membaca:
Artinya: “Maha suci Alloh dan segala puji bagi Alloh, tiada Tuhan elainkan Alloh  dan a\Alloh Maha Besar.”
Setelah takbir 7 kali dan embaca tasbih tersebut, kemudian membaca Surat Al-Fatihah dan disambung dengan membaca surat yang disukai, dan lebui  utama membaca Surat Qaf atau surat Al-A’la(Sabibihisma Rabikal a’la)
d)     Pda raka’at kedua, sesudah bewrdiri untuk raka’at kedua membaca takbir 5 kali, dan setiap takbir disunnatkan membaca tasbih seperti tersebut pada rakaat pertama. Kemudian membaca surat alfatihah dan diteruskan dengan bacaan surat yang kita kehendaki, tetapi lebih utama  membaca surat Al- Ghasiyah. Bacaan itu dengan suara nyaring. Imam menyaringkan yakni mengeraskan suaranya pada waktu membaca surat Al-Fatihah dan surat-surat lainya,sedangkan makum tidak nyaring.
e)      Shalat ini dikerjakan dua raka’at dan dilakukan sebagiana shalat shalat yang lain.
f)      Khutbah dilakukan sesudah shalat ‘id dua kali , yaitu  pada khutah pertama mebaca takbir 9 kali dan pada khutba kedua membaca takbir 7 kali dan pembacaannya harus berturut-turut.
g)     Hendaknya dala khutbah ‘idul Fithri, berisi penerangan tentang zakat fithrah dan pada hari raya Haji berisi penerangan tentang Ibadah Haji dan hukum kurban.
Hal-Hal yang  dilakukan sebelum shalat Iid :
1)      Pada hari Raya disunatkan mandi, dan berhias dengan meakai pakaian yang sebaik-baiknya dan engunakan wangi-wangian uang diilikinya.
2)      Disunatkan  akan sebelum pergi shalat pada hari idul fitri, tetapi pada hari raya haji disunatkan tidak akan  kecuali setelah shalat.
3)      Pergi untuk mengerjakan  shalat dan pulangnya dari shalat hendaknya mengambil jalan yang berlainan.
4)      Takbiran: Pada hari raya Fithrah  dan Haji disunatkan membaca takir diluar shalat dan waktunya sebagi berikut ;
a.       Pada hari raya Fithrah takbir dimulai dari terbenamnya matahari hingga imam berdiri untuk mengerjakan shalat hari raya.
b.      Pada hari raya Haji takbir dimulai dri Shubuh pada hari ‘Arafah(9 Dzulhijjah) dan pada tiap-tiap shalat fardu yang lima waktu pada hari hari tanggal tersebut.
Perlu diketahui bahwa pada hari ‘Iidul  Fithri dan Adlha, anak-anak besar kecil, tua muda supaya meramaikannya,  bahkan bagi wanita-wanita yang sedang haidpun dianjurkan keluar kelapangan, sekalipun mereka tidk ikut shalat.
Nabi s.a.w. bersabda:
Artinya
“Dari Ummi ‘Athiyah katanya :”Kami diperintahkan pergi shalat hari raya, bahkan anan-anak gadis keluar dari pinggitannya. Juga perempuan-perempuan yan g sedang haid (datang bulan) tetapi mereka anya berdiri saja dibelakang orang banyak, dan turut takbir dan berdo’a bersama-sama dan mereka mengharapkan beroleh keberkahan dan kesucian hari itu.


3.      Shalat Gerhana Bulan dan Matahari
Sahlat gerhana ini ada 2 macam, yaitu:
a.       Shalat “kusuf”  ialah shalat gerhana matahari.
b.      Shalat “khusyuf” ialah shalat gerhana bulan.
Kedua sholat gerhana matahari  dan bulan itu hukumnya sunnat muakkad. Waktunya melaksanakan sholat sholat gerhana mtahari yaitu dari timbul gerhana itu sampai normal-nya matahari seperti biasa atau sampai terbenam.
Sedang shalat gerhana bulan waktunya mulai dari terjadinya gerhana itu sampai terbit kembali, atau sampai normalnya bulan tersebut sampai terbit mataari meskipun bulan belum kembali normal.

Adapun tata cara shalat gerhana adalah sebagai berikut:
1.                   Memastikan terjadinya gerhana bulan atau matahari terlebih
dahulu. (Sebagai panduan lihat di rubrik IPTEK)
2.                   Shalat gerhana dilakukan saat gerhana sedang terjadi.
3.                   Sebelum sholat, jamaah dapat diingatkan dengan ungkapan,
Ash-shalatu jaami’ah.”
4.                   Niat melakukan sholat gerhana matahari (kusufisy-syams)
atau gerhana bulan (khusufil-qamar),
menjadi imam atau ma’mum.
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ / لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ اِمَامًا / مَأْمُوْمًا لِلّهِ تَعَالَى
5.                   Sholat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat.
6.                   Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku dan dua kali sujud.
7.                   Setelah rukuk pertama dari setiap rakaat membaca Al-Fatihah
dan surat kembali
8.                   Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang
daripada surat kedua. Demikian pula pada rakaat kedua,
bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua.
Misalnya rakaat pertama membaca surat Yasin (36)
dan ar-Rahman (55), lalu raka’at kedua
membaca al-Waqiah (56) dan al-Mulk (78)
9.                   Setelah sholat disunahkan untuk berkhutbah.

4.      Shalat Istisqa (Meminta hujan)
Shalat istisqa adalah shalat yang dilakukan sebagai permohonan kepada Allah untuk meminta hujan.Shalat ini biasanya dilakukan bila terjadi kemarau yang panjang atau karena dibutuhkannya hujan untuk keperluan tertentu.
Shalat istisqa' ini dilakukan secara berjama'ah dipimpin oleh seorang imam.
Cara melaksanakannya ada tiga cara, yaitu:
  1. Berdoa saja di mana pun dan kapan pun, dengan suara nyaring atau pelan.
  2. Menambah doa istisqa (mohon turunnya hujan) pada khutbah Jumat.
  3. Dengan shalat dua rakaat yang disertai dengan dua khutbah.

A. Niatnya:

Ushallii sunnatal-istisqaa’I rak’ataini (imaaman/ma’muuman) lillaahi ta’aalaa. Allahu Akbar.

Artinya: “Aku niat shalat sunah istisqa’ dua rakaat (jadi imam/makmum) karena Allah Ta’ala. Allahu akbar.”

Cara melaksanakannya:

Tiga hari sebelum shalat istisqa’, imam atau ulama memerintahkan kaumnya untuk berpuasa selama tiga hari, dan menganjurkan untuk beramal shaleh, seperti sedekah, tobat dari segala dosa, beradamai dengan musuh, dan melepaskan diri dari kezaliman.
Pada hari keempat, semua penduduk disuruh keluar rumah. Bahkan, binatang ternak pun dikeluarkan ke tanah lapang ketika shalat istisqa. Waktu keluar rumah menuju tanah lapang, sebaiknya memakai pakaian sederhana dan tidak memakai wewangian, tidak berhias. Selama itu, dianjurkan untuk memperbanyak istighfar.
Setelah salam, khatib membaca dua khutbah dan pada khutbah pertama dimulai dengan membaca istighfar 9 kali pada khutbah yang kedua dimulai dengan membaca istighfar 7 kali.

B. Pelaksanaan Khutbah Istisqa
  1. Khatib disunahkan memakai selendang
  2. Khutbahya berisi anjuran unutk beristigfar dan merendahkan diri kepada Allah, serta yakin bahwa Allah akan mengabulkan tutunnya hujan
  3. Ketika berdoa mengagkat kedua belah tangan
  4. Pada khutbah kedua, di kala berdoa hendaknya khatib berpaling kea rah kiblat, membelakangi makmum.
  5. Ketika berpaling ke arah kiblat, khatib hendaknya mengubah selendangnya dari kanan ke kiri, dan yang di atas ke bawah.

C. Istigfar dan doa istiqa

Astaghfirullaahal azhim alladzi laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyumu wa atuubu ilaihi.

Artinya: “Aku memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Agung, tiada Tuhan selain Allah. Dia yag hidup dan yang tegak dan akau bertaubat kepadanya.”

Doa istiqa

    Doa yang sering dibaca dalam khutbah maupun di luar khutbah:

Allahummasqinal ghaitsa wa laa taj’alnaa minal qaanithiin.

Artinya: “Ya Allah, tumpahkanlah hujan kepada kami dan janganlah Engkau jadika kami termasuk orang-orang yang berputus asa.”

Allahumma ‘alath-thiraabi wal aakaami wa manaabitisy syajari wa buthuunii audiyah. Allahumma hawaalainaa wa laa ‘alaina.

Artinya: “Ya Allah, curahkanlah hujan itu di atas tumpukan-tumpukan tanah dan bukit-bukit, tempat pepohonan tanaman dan tumuh-tumbuhan, dan di lembah-lembah. Ya Allah, curahkanlah di sekeliling kami dan jangan di atas kami.”

Allahummaj’alhaa suqyaa rahmatin wa laa taj’alhaa suqyaa adzabin wa laa muhqin wa laa balaa’in wa laa hadamin wa laa gharaqin.

Artinya: "Ya Allah, jadikanlah hujan ini sebagai siraman rahmat, dan janganlah Tuhan jadikan hujan ini sebagai siraman siksa, dan janganlah Tuhan menjadikan hujan ini suatu siraman yang memusnahkan harta, benda dan mara bahaya dan janganlah siraman yang menghancurkan dan menenggelamkan.”

Allahummasqinaa ghaitsan mughiitsan hanii’an marii’an marii’an sahhan ‘amman ghadaqan thabaqan mujallalan daa’iman ilaa yaumid diin. Allahummasqinal ghaitsa wa laa taj’alnaa minal qaanithiin.

Artinya: “Ya Allah, siramilah kami dengan hujan yang menyelamatkan, menikmatkan, menyenangkan, menyuburkan, mengalirkan ke segenap penjuru, banyak air dan kebaikannya, memenuhi sungai-sungai dan selalu mengalir rata hingga sampai hari kiamat. Ya Allah, tumpahkanlah hujan kepada kami, dan janganlah Tuhan jadikan kami orang-orang yang berputus asa.”

Allahumma bil ibadi wal bilaadi minal juhdi wal juu’I wadh dhanki wa laa nasykuu illa liaika.

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya hamba Allah dan negeri tengah ditimpa kemelaratan dan kelaparan dan kesempitan hidup dan kami tidak dapat mengadu kecuali kepada-Mu.”

Allahumma anbitiz zar’a wa adirra lanadh dhar’a wa anzil ‘alainaa min barakaatis samaa’I wa anbit min barakaatil ardhi waksyid ‘annaa minal balaa’I maa laa yaksifuhu ghairuka.

Artinya: “Ya Allah, tumbuhkanlah tetanaman ini untuk kami dan perbanyaklah air-air susu binatang untuk kami, tumpahkanlah barakah dari atas untuk kami, tumbuhkanlah isi bumi ii untuk kami, dan hindarkanlah kami dari mara bahaya sesuatu becana alam yang tak akan kami sanggup hidari, kecuali Engakau ya Allah.”

Allahumma inna nastagfiruka innaka kuta ghaffaaran fa arsilis samaa’a alaina midraaraa.

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya kami memohon ampunan-Mu. Sungguh Tuhan Maha Pengampun. Tumpahkanlah hujan itu dari langit untuk kami dengan sederas-derasnya.”



[1] Moh Rifa’i